Forum Studi Islam Fosi Fkip Univ. Bengkulu Slideshow: UKM’s trip was created by TripAdvisor. Create your own stunning slideshow with our free photo slideshow maker.

Sabtu, 07 Mei 2011

Pilar-pilar Asasi pada Diri Seorang Da’i Rabbani :

I. Salimul Aqidah (Keselamatan Aqidah dan Kekuatan Iman)

Hal-hal yang harus saya lakukan untuk mencapai kekuatan iman :
  1. Mengabdi kepada Allah dengan tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya (Menjaga keikhlasan dalam setiap amal)
  2. Merasa takut oleh-Nya dan tidak merasa takut oleh selain Dia
  3. Mencintai Allah (mahabatullah) sampai hati saya dikuasai-Nya sehingga mendorong saya untuk terus menambah amal baik dan berkorban dengan berjuang di jalan-Nya
  4. Bertawakal kepada Allah dalam segala urusan saya
  5. Menyadari bahwa diri saya selalu dimonitor oleh-Nya (muraqabatullah)
  6. Mengimani bahwa tasrysi (pembuat hukum) hanyalah hak Allah


II. Shahihul Ibadah (Kebenaran Ibadah)

Islam menghendaki agar seluruh kehidupan adalah ibadah dan ketakwaan (Adz-Dzaariyat : 56)
Hal-hal yang harus saya lakukan untuk mencapai kebenaran ibadah :
  1. Menjadikan ibadah saya hidup dan bersambung dengan-Nya (ihsan)
  2. Menjadikan ibadah saya khusyu’ 
  3. Beribadah dengan hati yang hadhir
  4. Tidak pernah merasa puas dan kenyang dalam beribadah. (Senantiasa menambah amal shalih – latihan ruhani)
  5. Memelihara qiyamullail dan melatih diri agar terbiasa melakukannya (Al-Muzzamil 1-6)
  6. Mempunyai waktu khusus untuk mengkaji dan merenungkan Al-Qur’an (Al-Isra’:78)


III.Matinul Khuluq (Keteguhan Akhlaq)

Sifat-sifat yang perlu untuk dimiliki :
1. Wara’
Seorang Muslim hendaknya menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan dan mengambil jarak dari hal-hal yang syubhat.
“Yang halal itu telah nyata, yang haram juga telah nyata dan di antara keduanya ada hal-hal yang syubhat yang kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Maka barangsiapa yang menjaga diri dari hal-hal yang syubhat itu, berarti ia telah membersihkan Din-nya dan kehormatannya. Barangsiapa yang melakukan hal-hal yang syubhat itu, sungguh ia telah melaksanakan yang haram. Seperti seorang gembala yang menggembala di sekitar tempat terlarang, mungkin terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai tempat terlarang. Ingatlah larangan Allah adalah apa-apa yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam itu ada segumpal darah yang apabila ia baik maka baik pulalah seluruh jasadnya dan apabila rusak, maka rusak pulalah seluruh jasadnya. Itulah hati!” (Muttafaq ‘Alaih)
Adapun tingkat wara’ yang paling tinggi adalah seperti disebutkan Rasulullah:
“Seorang hamba tidak akan mencapai derajat Muttaqin sehingga ia mampu meninggalkan hal-hal yang tidak mengandung dosa untuk menjaga diri dari hal-hal yang mengandung dosa.” (HR At-Tirmidzi)


2. Menundukkan pandangan
Hendaklah menundukkan pandangan dari apa yang diharamkan oleh Allah SWT. Karena pandangan dapat membangkitkan nafsu birahi dan merangsang pelakunya untuk terjerumus ke dalam dosa dan ma’shiat. Oleh karena itu Al-Qur’an memberikan peringatan keras terhadap pandangan liar.
“Katakanlah kepada orang-orang Mu’min : “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; dan demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An Nur [24]:30)
Sabda Rasulullah saw :
“Pandangan itu merupakan salah satu anak panah iblis”
3. Menjaga lidah
Bahaya lidah sangat besar.
Rasulullah saw. ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke dalam sorga, lalu beliau bersabda: “Taqwa kepada Allah dan akhlaq yang baik.” Dan beliau ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka, kemudian beluai bersabda: “Dua hal yang kosong: Mulut dan kemaluan.” (HR. Tirmidzi)
Mu’adz bin Jabal berkata: “Aku berkata, wahai Rasulullah, apakah kita akan disiksa karena apa yang kita ucapkan?” Nabi saw. bersabda: “Bagaimana kamu ini wahai Ibnu Jabal, tidaklah manusia dicampakkan ke dalam api neraka kecuali karena akibat lidah mereka.” (HR. Tirmidzi)
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya kebanyakan dosa anak Adam berada pada lidahnya.” (HR. Thabrani, Ibnu Abu Dunya, al-Baihaqi)
Dari Shafwan bin Sulaim, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang ibadah yang paling mudah dan paling ringan bagi badan? Diam dan akhlaq yang baik.” (HR. Ibnu Abu Dunya)
Nabi saw. bersabda: “Simpanlah lidahmu kecuali untuk kebaikan, karena sesungguhnya dengan demikian kamu dapat mengalahkan syetan.” (HR. Thabrani, Ibnu Hibban)
Berikut ini penyakit-penyakit lidah dan dimulai dengan yang paling ringan kemudian meningkat kepada yang lebih berat :
a. Pembicaraan yang tidak berguna
b. Berlebihan dalam berbicara
c. Melibatkan diri dalam pembicaraan yang batil
d. Perbantahan dan perdebatan
e. Pertengkaran
f. Berkata keji, jorok dan cacian
g. Nyanyian dan syair
h. Senda gurau
i. Ejekan dan cemoohan
j. Janji palsu
k. Berdusta dalam perkataan dan sumpah
l. Menggunjing (ghibah)
m. Melibatkan diri secara bodoh pada beberapa pengetahuan dan pertanyaan yang menyulitkan
4. Tawadhu’ (rendah hati)
Terutama dikalangan saudara-saudaranya sesama Muslim. Jangan hendaknya ia membeda-bedakan antara yang kaya dengan yang miskin. Rasulullah saw. sendiri pernah berlindung kepada Allah dari sifat sombong.
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi dari kesombongan” (Muslim)
Dalam hadits qudsy, Allah berfirman :
“Kemuliaan adalah sarung-Ku dan keagungan adalah selendang-Ku, maka barangsiapa yang menentang-Ku dalam salah satunya, niscaya Aku menyika dia.” (Muslim)
Rasulullah saw. bersabda: Tiada berkurang harta karena sedekah, dan Allah tiada menambah pada seorang yang mema’afkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seorang yang bertawadhu’ (merendah diri) karena Allah, melainkan dimuliakan oleh Allah. (Muslim)
Anas r.a. berkata: Biasa unta Nabi saw. yang bernama Al’adhba tidak pernah dapat dikejar, tiba-tiba pada suatu hari ada seorang badwi berkendaraan unta yang masih muda, dan dapat mengejar unta Al’adhba itu, hingga kaum muslimin merasa jengkel, lalu Rasulullah saw. bersabda: Layak sekali bagi Allah, tiada sesuatu di dunia ini yang akan menyombongkan diri melainkan direndahkan oleh-Nya. (Bukhari)




5. Rasa malu
Seorang Muslim harus memiliki sifat malu , tanpa kehilangan keberanian dalam kebenaran. Diantara bentuk sifat malu itu adalah tidak mencampuri urusan orang lain, menundukkan pandangan, rendah hati, tidak meninggikan suara, qona’ah (merasa cukup dengan yang ada) dan lain sebagainya.
“Iman itu mempunyai tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih. Cabang yang paling utama adalah kalimat Laa Ilaaha Illallah. Cabang yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan rasa malu merupakan cabang dari iman.” (Muttafaq ‘Alaih).
Malu adalah suatu sikap akhlak yang mendorong untuk meninggalkan perbuatan buruk dan menghalangi diri dari sikap lalai terhadap pemenuhan hak. Malu ialah sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang rendah atau kurang sopan. Malu itu, ialah karena memandang budi kebaikan dan melihat kekurangan diri, dan dari kedua pandangan itu timbul perasaan bernama malu.
6. Lemah lembut
Perjuangan Islam akan menghadapi berbagai ujian. Dari sini jelaslah bahwa tugas da’i amat berat. Tugas ini membutuhkan energi besar berupa kesabaran, ketegaran serta kelemah-lembutan.

IV. Qadirun Alal Kasbi (Kemampuan Bekerja)

Akhlak muslim dalam bekerja :
1. Ikhtiar yang dimaksud adalah :
a. Merencanakan pekerjaan sematang-matangnya oleh ahlinya atau dengan ilmunya
b. Musyawarah
Fadhail syura : banyak gagasan, beban individu berkurang, bisa mengerjakan tugas interdisipliner, memperbesar potensi menyele-saikan tugas
c. Do’a
d. Pelaksanaan dengan kesungguhan : memanfaatakn waktu, men-jauhi senda gurau, sigap dengan tugas, mengatasi rintangan
e. Hasil akhir diserahkan kepada Allah
2. Do’a : Do’a dapat merubah ketetapan Allah
3. Tawakal
Hakikat tawakal : Tetap berusaha dan mengeluarkan jerih payahnya sesuai kesanggupannya dan apa yang ada di luar kekuatannya diserahkan kepada Allah SWT.
4. Syukur
Bersyukur jika usahanya berhasil
Ø Cara mensyukur nikmat Allah : mengucapkan syukur, memelihara nikmat yang diberikan, menggunakannya sesuai keinginan dari pemberi nikmat
5. Sabar
Bersabar jika Allah menaqdirkan usaha kita belum berhasil. Sabar berarti menerima/ridho terhadap ketentuan Allah dengan tetap berusaha untuk memperbaiki hal-hal yang dzahir. Sabar tidak sama dengan putus asa.

V. Mutsaqaful Fikri (Wawasan Pemikiran)

Hanya dengan ilmu maka tingkat keimanan seseorang benar-benar berada pada level keyakinan yang mendalam. Bahkan dalam hal duniawi pun Rasulullah mengingatkan bahwa suatu urusan yang dikerjakan oleh orang yang tidak memiliki ilmunya maka mudharat yang dihasilkan akan lebih banyak daripada manfaat yang diperoleh.

Maka untuk meningkatkan wawasan pemikiran ini, seorang kader dituntut untuk :
1. Rajin membaca berbagai ilmu. Mempelajari sirah Rasulullah SAW., sejarah salafus shalihin sesuai dengan kelonggaran waktu yang dimiliki. Harus banyak membaca hadits Rasulullah SAW. Harus mempelajari buku-buku tentang aqidah dan fiqih.
2. Termotivasi untuk sering berdiskusi dengan orang-orang yang berilmu untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat dan berlatih mengemukakan ide. Tetapi jauhi perdebatan.
3. Memotivasi diri untuk mengikuti majlis-majlis ilmu sesuai dengan kesempatan yang ada. Baik “ilmu agama” maupun “ilmu dunia”.
4. Berusaha dan berlatih mengambil ibrah (pelajaran) dari segala peristiwa dalam kehidupan ini.
5. Memiliki perpustakaan khusus pribadi meskipun kecil.
6. Jika mempunyai keahlian tertentu hendaklah keahlian itu diperdalam dan diperluas.

VI. Qawiyul Jismi (Kekuatan Fisik)

Salah satu cita-cita tertinggi dari kaum muslim adalah memperoleh kesyahidan dalam jihad fisabilillah. Sedangkan qital tidak akan mungkin dapat dilaksanakan tanpa adanya kekuatan fisik.
“Dan Mu’min yang kuat itu lebih baik dan lebih dikasihi Allah ketimbang Mu’min yang lemah. Dan pada semuanya itu ada kebaikan”
Maka kekuatan fisikpun harus diperhatikan oleh seorang muslim :
1. Harus memperhatikan sesuatu yang membawa kekuatan tubuh. Untuk menjaga kekuatan fisik terdapat tiga terapi fisik yang harus diperhatikan : gizi, olahraga dan istirahat yang cukup.
2. Harus mengobati penyakit yang ada pada diri
3. Harus menjauhi faktor-faktor yang mengakibatkan kelemahan dan merusak kesehatan. Hindari minuman-minuman yang merangsang. Tidak usah meminumnya kecuali memang benar-benar perlu. Dan sama sekali tidak boleh merokok.
4. Harus menjaga kebersihan. Karena tempat yang kotor adalah sumber penyakit.

VII. Mujahidunlinafsihi (Melawan Nafsu)

Tonggak-tonggak kemenangan dalam melawan hawa nafsu :
1. Hati, selama ia hidup, sadar, bersih, tegar dan bersinar,
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal. (QS. Al Anfal 8:2)
2. Akal, selama ia dapat memandang, dapat memahami, dapat membedakan dan dapat menyerap ilmu-ilmu yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah.
Jika nafsu telah menguasai diri kita maka hati kita akan kotor sehingga sulit menerima hidayah dan akal kita akan terhalang dari menyerap ilmu-ilmu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah.
Kiat-kiat untuk membentengi diri dari godaan Syetan :
1. Menyebut nama Allah sebelum memulai suatu pekerjaan
2. Menghindari kekenyangan dan makan yang kelewat batas
3. Membaca Al-Qur’an, dzikrullah dan istighfar
4. Membuang jauh sifat terburu nafsu dan harus bersikap tenang dalam segala sesuatu

VIII. Munazham fi Syu’urihi (Rapi dalam semua urusan)

Salah satu tugas seorang Muslim adalah menyampaikan hak kepada yang berhak. Sedangkan pada diri kita tergantung berbagai macam hak. Kita harus menunaikan hak Allah, hak orang tua, hak diri, hak sesama muslim, dsb. Maka seorang Muslim dituntut dapat memanage dirinya agar jangan sampai ada satu hak pun yang terlalaikan.
Buatlah jadwal harian Anda sehingga seluruh tugas dapat diselesaikan, jangan sampai ada tugas yang bertumpang tindih, jangan menunda-nunda pekerjaan yang dapat dikerjakan saat ini juga, jangan asal-asalan menyelesaikan urusan. Jangan menerima amanat yang tidak mampu untuk diselesaikan hanya karena untuk menyenangkan hati si pemberi amanat. Jangan menerima amanat dengan prioritas rendah. Jangan menerima amanat yang sebenarnya layak dikerjakan oleh orang lain.

IX. Haritsun ‘Ala Waqtihi (Perhatian terhadap waktu)

Harus menjaga waktu, karena waktu adalah kehidupan. Oleh karena itu sama sekali tidak diperbolehkan membuang-buang waktu untuk perbuatan yang sia-sia.
Jangan menunda-nunda waktu. Dalam urusan dakwah ini, tidak seorangpun diperbolehkan menunda-nunda waktu, karena perputaran waktu adalah modal utama dakwah. Sehari dalam kehidupan individu adalah setahun dalam kehidupan umat. Dan umat yang mengerti betul akan hakikat kehidupan, mereka tidak akan pernah mati !
Jangan sampai datang terlambat dalam suatu janji.
· Datang terlambat berarti telah mendzalimi orang yang datang tepat waktu, karena membuat mereka menunggu dan menunggu adalah suatu aktivitas yang tidak pernah disukai oleh manusia siapa pun juga
· Datang terlambat berarti telah mendzalimi orang lain yang datang tepat waktu, karena bisa jadi mereka telah mengorbankan sesuatu agar bisa datang tepat waktu dan dengan kita datang terlambat, berarti menyia-nyiakan pengorbanan mereka.
· Datang terlambat berarti telah mendzalimi orang lain yang datang tepat waktu, karena bisa jadi mereka dapat mengerjakan aktivitas lain yang lebih penting bagi mereka jika mereka tidak harus menunggu keterlambatan kita.

· Datang terlambat berarti telah mendzalimi orang lain yang datang tepat waktu, karena bisa jadi keterlambatan kita akan mempengaruhi waktu berakhirnya pertemuan tersebut yang bisa jadi orang lain telah memiliki kepentingan lain di waktu tersebut
· Datang terlambat berarti telah mendzalimi orang lain yang datang tepat waktu, karena kita telah mencuri waktu mereka yang sangat berharga !!!
· Datang terlambat berarti kita telah mengkhianati orang lain. Dan dapat mengakibatkan orang lain tidak mempercayai kita lagi.

X. Nafi’un li ghairihi (Berguna bagi orang lain)

Muslim terbaik adalah muslim yang paling berguna bagi muslim lainnya. Maka seorang kader harus :
1. Berani dan mampu memikul suatu kewajiban
2. Serius dan bersungguh-sungguh dalam memikul amanat
3. Banyak kegiatan. Karena Allah membenci Muslim yang santai dan menyukai Muslim yang sibuk
4. Terlatih dengan kerja-kerja sosial kemasyarakatan. Harus membiasakan agar merasa senang dan bahagia apabila dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada orang lain. Oleh karena itu harus banyak mengunjungi orang yang sedang sakit, membantu orang yang sedang memerlukan bantuan, menolong orang yang lemah, menghibur mereka yang tengah ditimpa musibah walaupun hanya dengan tutur kata yang baik
5. Harus sering berinisiatif untuk melakukan kebaikan.

1 komentar:

  1. panjang bana,buat dalam seri supaya mantap,,tapi masalahnya ,,,berkunjung dong,,,

    BalasHapus