Forum Studi Islam Fosi Fkip Univ. Bengkulu Slideshow: UKM’s trip was created by TripAdvisor. Create your own stunning slideshow with our free photo slideshow maker.

Selasa, 28 Desember 2010

MENJEMPUT KENANGAN DI LMDK 2


(LATIHAN MANAJEMEN DAKWAH KAMPUS 2)  UKM KEROHANIAN UNIB
Oleh : Zedri Aresti
                        Darul ‘Ulum menjadi saksi perjuangan saya dan teman-teman yang lain mengikuti tahapan Kaderisasi yang bayak dikiritisi oleh teman-teman yang kritis sebagai formalitas. Sekalipun demikian ternyata tak seorang pun yang mampu membuktikan bahwa kegiatan ini hanyalah formalitas karena  memang tidak ada tolak ukur yang bisa dipertanggungjawabkan untuk membuktikan dalil formalitas itu. Hanya saja memang harus ada pembenahan dan perbedaan perlakuan pada perjenjangan kader yang harus sama-sana kita sempurnakan. Semua konsep dakwah kampus itu sudah mantap adanya di Universitas Bengkulu  tercinta ini, tinggal bagaiamana kita mnerapkan dalam tataran teknis, walaupun terkadang teman-teman berkata “itu kan masalah teknis”. Justru karena masalah teknis  maka harus semakin jelas dan nyata tahapan demi tahapannya. Saya masih ingat perkataan Kak Aji “ Aktivis Dakawah itu gagap mengaplikasikan keIslamannya dalam tataran-tataran teknis di berbagai lini kehidupan. Konsepnya melangit tetapi sayang aplikasinya (teknis) tidakk membumi.”    Beranjak dari kenyataan inilah saya kembali tergugah mengiki LMDK 2 kembali karena saya tidak lulus tahun kemaren dan juga saya ingin jenjang kader saya harus jelas, minimal bagi diri pribadi syukur syukr ini menjadi akhlak organisasi.
Banyak hal yang menyentak dan membuka cakrawala berpikir saya, membuka pintu hati saya ternyata saya ini tidak ada apa-apanya. Sering saya merasa sendiri dalam jama’ah ini tapi kenyataannya tidak karena ada mesin yang senantiasa bergerak tanpa harus saya ketahui, sering saya merasa sudah memberikan yag terbaik untuk dakwah ini tapi ternyata yang saya berikan hanyalah energy sisa bukan energi utama. Saya tersentak karena energy sisa yang saya berikan ternyat atelah menzhalimi teman-teman lain yag memberikan energy ekstranya karena saya turut menyumbang kekurangan energy itu. Terimakasih YA ALLAH Engkau pertemukan aku dengan dakwah ini walau di persimpangan jalan.
Goresan-goresan berikut akan menyampuradukkan kata “saya” dan “kita” supaya teman-teman juga turut merasakan emosi dalam tulisan ini. Ini bukan curhat tapi mencoba untuk berbagi mudah-mudahan teman-teman turut berkontribusi, atau sekedar berpartisipasi, ataupun cukup berafiliasi terhadap dakwah ini.
Fitnahan, hujatan, cacian, dan makian merupakan suatu hal yang biasa bag kebenaran. Kita harus menghilangkan glorifikasi terhadap tokoh masa lalu dan menghilangkan euphoria masa lalu, seolah-olah di masa lalu  dakwah ini begitu baik, sekarang ini mulai melemah. Jika kita beranggapan demikian sesungguhnya kita sendirilah yang lemah dan kita penyumbang energy kelemahan bagi ikhwah yang lain. Kita tidak harus menunggu menjadi pemimpin masa depan, kita itu pemimpin hari ini, lakukan perbaikan itu sekarang dengan merujuk kearifan masalalu  tetap tidak harus menjadikannya glorifikasi, cukup sebagai kaca spion saja, Ibarat sepeda motor tak selamanya kita menggunakan kaca spion nanti kita malah menubruk benda di depan kita, begitu pula dengan dakwah ini jangan melihat ke belakang terus, kita harus visioner, menyingkirkan semua halangan dan rintangan. Seperti lagu Kera Sakti “ Walau halangan, rintangan, tak jadi masalah dan beban pikiran.” Inilah tekad kera sakti yang mengawal gurunya mencari kitab suci. Bagaimana dengan kita? Ada persamaan kita dengan Kera Sakti yaitu sama-sama menyandang tugas dan misi suci.
Untuk meyandang tugas suci ini, kita juga harus punya kesaktian. Kita haruslah seorang pendekar yang memiliki ciri generasi Thaliban (kader Thullabi) sebagai berikut @ aktif di Lembaga Dakwah Kampus, sekalipun kita aktif dimana-mana (jadi superman dan superwoman) tapi Lembaga Dakwah Kampus harus lebih utama karean  domain dakwah kita saat ini adalah kampus maka maksimalkanlah peran kita di kampus @tidak apatis, karean apatis, bukalah sikap seorang pendekar yang membiarkan kejahata merajalela begitu pula seorang aktivis dakwah tidak akan diam meliahat kondisi yang ada @ membina minimal 1 halaqah produktif, wajib hukumnya ini bagi aktivis, jangan-jangan kita hanya mau disuapin matei terus, jadilah kita ikhwah materialistis, kalau sudah semester lima tidak membina halaqah kaderisasnya perlu dipertanyakan, Indeks Jati Diri Kadernya perlu diakreditasi lagi @ memiliki track record akademis, cukuplah dulu para muasis dakwah ini yang kuliah S1 mereka harus sepuluh tahun, sekarag kita harus buktikan bahwa aktivis dakwah itu tidak hanya hitam keningnya karena tahajud, sekarat IPnya karena sibuk tak menentu. Kita patut berbangga dengan sahabta-sahabat yang aktif di LDK dengan prestasi akademis lauar biasa tentu saja tidak hanya diukur dengan Indeks Prestasi. @ memiliki kompetensi dan jaringan pasca kampus @ hafal minimal 2 juz, gimana dengan kita, berapa juz, jangan-jangan aktivis dakwah ini kalah hapalannya dengan anak-anak SMP dan SMA. @ TOEFL minimal 500, jangan anggap ini bahasa kafir, karena penguasaan bahasa jug mengembangkan sayap dakwah. @ menguasai minimal satu bahsa asing, bukan satu bahasa daerah.
TETAP TEGAK BERJALAN DAN TEGAP
WALAU BADAI DATANG MELANDA
Kodisi sekarang menuntut kita untuk lebih banyak bersabar, menuntut kta bekerja lebih banyak. Dari segi kedisiplinan kita sungguh memprihatinkan, pelaksanaan ibadah yang belum begitu sempurna , pemahaman berjama’ah kita yang belum begitu mantap, penjagaan hijab kita yang sembrono. Inilah beberapa indicator yang membuat ALLAH belum memberikan kepemimpinan ini pada kita dan peradaban itu jauh nampaknya akan dijemput1. Apakah kita memang belum siap untuk memimpin negeri ini.
Sebenarnya apa yang kita peroleh hari ini sebenarnya jauh lebih banyak daripada sahabat dari sisi ilmu, tapi kenapa ya kita tak mampu berbuat seperti mereka. Salah satu alasannya karena kita tidak “ngamal” hanya “ngilmu”. Jangan-jangan keilmuan kita hanya untuk debat, mengoreksi orang. Oleh karena itu proses pendidikan dalam dakwah haruslah pendidikan efektif. Pendidikan efektif itu terrcermin dari beberapa hal berikut. @ Al- Qudwah  ((contoh, suri tauladan) Mus’ab bin Umair hanya dua kali halaqah dengan Rasulullah lalu bisa menjadi duta pertama Islam ke Madinah walaupun mimbar petamanya dilempar,, dihina dicela, dan dilempar batu. Bagaimana dengan kita sudah berapa kali kita Halaqah, sudah berapa lama kita Tarbiyah. Sudahkah kita mampu menjadi duta dakwah ini, sudahkah kita mampu menjadi Al-qur’an yang berjalan. Lalu kita bertanya kenapa kenapa dakwah ini sulit dipahami oleh orang lain. Bisa jadi kita yang menyampaikannya tidak jelas dan contohnya pun tidaka ada. Kita tidak menjadi ihtiram bagi umat terlalu sering kita mengharap kifalah dari umat. Menjadi seorang tauladan mengantarkan kita menjadi Ashabus Samrah (pasukan inti) dakwah ini.  @ Al-‘Ilmu, kita  meng-ilmui dakwah ini. Mnyedihkan seorang aktivis ketika ditanya masalah aqidah, masalah fiqh tidak tahu padahal ketika berbicara dakwah mulutnya sampai berbusa-busa menyebut nama para muasis dakwah ini. Bukanka yang harus terpenuhi dahulu adalah saliimul aqiidah, shahihul ibadah, matiinul khulq. Jangan samapai berdakwah terus tapi asasnya tidak kita pahami. Semangat yanga meneggebu tanpa didasari oleh hal fundamental di atas tidak akan bertahan ma. @ Amal (sudah banyak disiggung di awal tadi) hati-hati terhadap orng shaleh yang tidak kerja , biasanya nerjai orang @ Nasehat, dakwah ini harus nasehat-manasehati, siapapun dia kalau memang salah ya harus dinasehati. Tidak perlu takut walau dia sudah tua, senior kita yang malehe. Jika pemahaman seperti ini dibangun maka alangkah indahnya hidup ini. @ ‘Iqab, kalau tidak mau juga mendengar nasehat kita maka hukuman harus diberikan. Sekarang hukuman sering diartikan sebagai sesuatu yang memberatkan  bukan sebagai sesuatu yang menimbulkan efek jera atau kesadaran. Sehingga banyak murabbi sekarang tidak mau memberikan hukuman dan juga banyak sekali para mutarabbi yang tidak siap menerima hukuman. Akibatnya lahirlah kader-kader ‘cemen’ yang sedikit-sedikit ‘merajuk’ lalu mendeklarasikan diri ‘saya bukan kader lagi’.
Jangan pernah cita-cita kita beralih
Kita adalah sekelompok kaum
Yang merasakan nikmatnya letih dalam berdakwah
 Katanya dakwah, tapi tidak ta’at
Katanya dakwah tapi mudah sakit hati
Katanya dakwah, tapi mengritik amatlah tajam
Katanya dakwah, tapi kok tidak bijak
Mengenai marketisasi dakwah kampus tidak banyak yang bisa saya tangkap dan saya rasa kita semua sudah paham yang harus kita jual adalah kepribadian Islam, mengintegrasikan ‘isi’ engan ‘kemasan’. Tahap sedrhana yang harus kita lewati yaitu : @ Building Trust @ membangun kebutuhan manusia @ give solution @ close the sales.
Beberapa hal yang saya dapatkan dari kaka Ardi Ardinan, begitu luar biasa dan menyentak. Ada pegeseran makna pemakaian bahasa di kalangan ikhwah yang skarang menjadi trend (sebenarnya penyakit). “Tafaddhol akhi” kalimat ini sekarang menunjukkan pasrah stadium empat, seorang ikhwah yang mengucapkan ini tidak bisa diharapkan lagi. Ikhwah  sekarang kebayakan “Afwan”. Apalagi ketika menerima undangan, diajak rapat. Bukankah memenuhi undangan itu wajib hukumnya. Bahkan ada yang lebih parah lagi A5 terus (Afwan Akhi Ana Ada Acara). Menyakitkan sekali dan ingatlah afwan itu tanda kebancian,MAka Apakah kata AFWAN harus di hapuskan dari dunia ini,saya kira tidak mungkin karena kata ini juga terkadang penting sehingga yang menjadi masalah adalah penggunaaan kata AFWAN yang tidak sesuai dengan tempatnya ibarat menempatkan gelas diujung meja,sangat tidak dewasa. Sekarang juga berkembang suatu prototype yang entah muncul dari mana yaitu siapa yang memeberi usul harus ia yang jadi mas`ul. Ini kan tidak tepat karena akan membuat orang malas  pada kesempatan berikutnya memberikan usul.
MARI KITA BANGUN FILOSOFI AMAL BUKAN FILOSOFI JABATAN
Materi terakhir dari ustadz Harun, awalnya saya mengira adalah Kaka Harun Al Rasyid tetapi ternyat beliau adalah penanggnungjawab kader kampus se Makassar yang berjumlah lebih kurang 5000 kader. Luar biasa,, yang lebih luar biasa lagi adalah beliu rela menunda kuliahnya ketika itu adalah perintah Murabbi, beliau nikah muda dan baru mengajak istrinya ke Jawa 13 tahun kemudian menemui orangtuanya di Jawa (ehem,,intermezo)
Sikap pemimpin yang harus dikembangkan adalah kesadaran memimpin, sikap lapang dada, punya hati yang sangat luas toleransinya, bertumpu pada musyawarah (baik majelis rasmiyah maupun itisa’iyah), mampu merangkul orang yang sependapat dan tidak sependapat.
Parameter keberhasilan dan kemenangan seorang pemimpin adalah parameter ALLAH. . “Biarlah orang tak senang asalkan Engkau tetap ridho” keberhasilan itu adalah selama kebenaran tetap kokoh dalam hati kita. Keberhasilan  di mata manusia adalah mencermati gosip yang berkembang setelah kita berhenti jadi pemimpin.
Menjadi pemimpin seharusnya menonjolkan kecerdasan kita bukanlah menenggelamkan kemampuan kita, tidaklah wajar ketika seorang pemimpin tidak mampu menyelesaikan masalah SKS-nya. Bagaiman mau menyelesaikan masalah umat ini jika masalah pribadinya aja tidak beres. Menjadi pemimpin tidak harus mempersyaratkan pengalaman, jenderal Soedirman seorang panglima, seorang jenderal yang lahir dari pesantern tidak harus punya pengalaman dulu baru bias memimpin lascar perjuangan negeri ini. Pemimpin akan dapat pengalaman ketika peran kepemimpinan itu diambilnya. Ingat bangsa ini tidak akan pernah maju jika selalu memperyaratkan pengalaman dalam setiap pilihan profesi.
Peran seorang pemimpin haruslah memadukan peran sebagai seorang ayah (kal walid), sebagai seorang guru (kal murabbi), sebagai seorang panglima (kal Qa’id fil ma’rakah). Lebih lengkapnya ada dalam buku Al qiyadah wal Jundiyah karangan Syekh Mustafa Masyhur. Dalam pengambilan kebijakan seorang pemimpin harus berpegang pada prinsip berikut @ Al-Musyarokah ‘indal qarar artinya mengikutsertakan anggota dalam pengambilankeputusan. Ini yang belum sepenuhnya bias saya laksanakan.
KEPEMIMPINAN ITU INDAH BILA DILIHAT DARI LUAR  TAPI JADI BEBAN BAGI YANG MEMIKULNYA
@ mendorong untuk berani mengemukakan pendapat @ mendukung dalam pelaksanaan @memberikan pengakuan dan penghargaan @ bersikap adil jika ada kesalahan. Inilah kiranya yang dapat saya petik dari LMDK dua.
Nantikan serial selanjutnya,oleh-oleh dari Yogyakarta,,semoga