Forum Studi Islam Fosi Fkip Univ. Bengkulu Slideshow: UKM’s trip was created by TripAdvisor. Create your own stunning slideshow with our free photo slideshow maker.

Sabtu, 10 April 2010

Mukjizat Al-Qur'an Terungkap: Ada Kobaran Api di Dasar Laut

oleh Aidil Heryana

Subhanallah! Baru-baru ini muncul sebuah fenomena retakan di dasar lautan yang mengeluarkan lava, dan lava ini menyebabkan air mendidih hingga suhunya lebih dari seribu derajat Celcius. Meskipun suhu lava tersebut luar biasa tingginya, ia tidak bisa membuat air laut menguap, dan walaupun air laut ini berlimpah-luah, ia tidak bisa memadamkan api.

Allah bersumpah dengan fenomena kosmik unik ini. Firman-Nya: "Ada laut yang di dalam tanahnya ada api" (Qs. Ath-Thur 6).

Nabi SAW bersabda: "Tidak ada yang mengarungi lautan kecuali orang yang berhaji, berumrah atau orang yang berperang di jalan Allah. Sesungguhnya di bawah lautan terdapat api dan di bawah api terdapat lautan."

Ulasan Hadits Nabi

Hadits ini sangat sesuai dg sumpah Allah SWT yang dilansir oleh Al-Qur’an pada permulaan Surah Ath-Thur, di mana Allah bersumpah (Maha Besar Allah yang tidak membutuhkan sumpah apapun demi lautan yang di dalam tanahnya ada api "al-bahrul masjur." Sumpahnya:

"Demi bukit, dan kitab yang ditulis; pada lembaran yang terbuka; dan demi Baitul Ma'mur; dan atap yang ditinggikan (langit), dan laut yang di dalam tanahnya ada api, sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi, tidak seorangpun yang dapat menolaknya." (Qs. Ath-Thur: 1-8)

Bangsa Arab, pada waktu diturunkannya Al-Qur’an tidak mampu menangkap dan memahami isyarat sumpah Allah SWT demi lautan yang di dalam tanahnya ada api ini. Karena bangsa Arab (kala itu) hanya mengenal makna “sajara” sebagai menyalakan tungku pembakaran hingga membuatnya panas atau mendidih. Sehingga dalam persepsi mereka, panas dan air adalah sesuatu yang bertentangan. Air mematikan panas sedangkan panas itu menguapkan air. Lalu bagaimana mungkin dua hal yang berlawanan dapat hidup berdampingan dalam sebuah ikatan yang kuat tanpa ada yang rusak salah satunya?

...tampak jelas bahwa gunung-gunung tengah samudera tersebut sebagian besar terdiri dari bebatuan berapi (volcanic rocks) yang dapat meledak layaknya ledakan gunung berapi yang dahsyat...

Persepsi demikian mendorong mereka untuk menisbatkan kejadian ini sebagai peristiwa di akhirat (bukan di dunia nyata). Apalagi didukung dengan firman Allah SWT: "Dan apabila lautan dipanaskan" (QS. At-Takwir 6).

Memang, ayat-ayat pada permulaan Surah At-Takwir mengisyaratkan peristiwa-peristiwa futuristik yang akan terjadi di akhirat kelak, namun sumpah Allah SWT dalam Surah Ath-Thur semuanya menggunakan sarana-sarana empirik yang benar-benar ada dan dapat ditemukan dalam hidup kita (di dunia).

Hal inilah yang mendorong sejumlah ahli tafsir untuk meneliti makna dan arti bahasa kata kerja “sajara” selain menyalakan sesuatu hingga membuatnya panas. Dan mereka ternyata menemukan makna dan arti lain dari kata "sajara," yaitu “mala'a” dan “kaffa” (memenuhi dan menahan). Mereka tentu saja sangat gembira dengan penemuan makna dan arti baru ini karena makna baru ini dapat memecahkan kemusykilan ini dengan pengertian baru bahwa Allah SWT telah memberikan anugerah kepada semua manusia dengan mengisi dan memenuhi bagian bumi yang rendah dengan air sambil menahannya agar tidak meluap secara berlebihan ke daratan.

Namun, hadits Rasulullah SAW yang sedang kita bahas ini secara singkat menegaskan bahwa: Sesungguhnya di bawah lautan ada api dan di bawah api ada lautan.

Setelah Perang Dunia II, para peneliti turun dan menyelam ke dasar laut dan samudera dalam rangka mencari alternatif berbagai barang tambang yang sudah nyaris habis cadangannya di daratan akibat konsumerisme budaya materialistik yang dijalani manusia sekarang ini. Mereka dikejutkan dengan rangkaian gunung berapi (volcanic mountain chain) yang membentang berpuluh-puluh ribu kilometer di tengah-tengah seluruh samudera bumi yang kemudian mereka sebut sebagai 'gunung-gunung tengah samudera'.

Dengan mengkaji rangkaian gunung-gunung tengah samudera ini tampak jelas bahwa gunung-gunung tengah samudera tersebut sebagian besar terdiri dari bebatuan berapi (volcanic rocks) yang dapat meledak layaknya ledakan gunung berapi yang dahsyat melalui sebuah jaring retak yang sangat besar. Jaring retak ini dapat merobek lapisan bebatuan bumi dan ia melingkupi bola bumi kita secara sempurna dari segala arah dan terpusat di dalam dasar samudera dan beberapa lautan. sedangkan kedalamannya mencapai 65 km. Kedalaman jaring retak ini menembus lapisan bebatuan bumi secara penuh hingga menyentuh lapisan lunak bumi (lapisan bumi ketiga) yang memiliki unsur bebatuan yang sangat elastis, semi cair, dan memiliki tingkat kepadatan dan kerekatan tinggi.

Bebatuan lunak ini didorong oleh arus muatan yang panas ke dasar semua samudera dan beberapa lautan semacam Laut Merah dengan suhu panas yang melebihi 1.000 derajat Celcius. Batuan-batuan elastis yang beratnya mencapai jutaan ton ini mendorong kedua sisi samudera atau laut ke kanan dan ke kiri yang kemudian disebut oleh para ilmuwan dengan "fenomena perluasan dasar laut dan samudera." Dengan terus berlangsungnya proses perluasan ini, maka wilayah-wilayah yang dihasilkan oleh proses perluasan itupun penuh dengan magma bebatuan yang mampu menimbulkan pendidihan di dasar samudera dan beberapa dasar laut.

...meskipun sebegitu banyak, air laut atau samudera tetap tidak mampu memadamkan bara api magma tersebut. Dan magma yang sangat panas pun tidak mampu memanaskan air laut dan samudera....

Salah satu fenomena yang mencengangkan para ilmuwan saat ini adalah bahwa meskipun sebegitu banyak, air laut atau samudera tetap tidak mampu memadamkan bara api magma tersebut. Dan magma yang sangat panas pun tidak mampu memanaskan air laut dan samudera. Keseimbangan dua hal yang berlawanan: air dan api di atas dasar samudera bumi, termasuk di dalamnya Samudera Antartika Utara dan Selatan, dan dasar sejumlah lautan seperti Laut Merah merupakan saksi hidup dan bukti nyata atas kekuasaan Allah SWT yang tiada batas.

Laut Merah misalnya, merupakan laut terbuka yang banyak mengalami guncangan gunung berapi secara keras sehingga sedimen dasar laut ini pun kaya dengan beragam jenis barang tambang. Atas dasar pemikiran ini, dilakukanlah proyek bersama antara Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia, Sudan, dan salah satu negara Eropa untuk mengeksploitasi beberapa kekayaan tambang yang menggumpal di dasar Laut Merah.

Kapal-kapal proyek ini melemparkan stapler barang tambang untuk mengumpulkan sampel tanah dasar Laut Merah tersebut. Stapler pengeruk sampel tanah itu diangkat dalam batang air yang ketebalannya mencapai 3.000 m. Dan jika stapler sampai ke permukaan kapal, tidak ada seorang pun yang berani mendekat karena sangat panasnya. Begitu dibuka, maka keluarlah tanah dan uap air panas yang suhunya mencapai 3.000 derajat Celcius. Dengan demikian, sudah terbukti nyata di kalangan ilmuwan kontemporer, bahwa ledakan gunung vulkanik di atas dasar setiap samudera dan dasar sejumlah laut jauh melebihi ledakan vulkanik serupa yang terjadi di daratan.

...terbukti pula dengan beragam dalil dan bukti bahwa semua air yang ada di bumi dikeluarkan oleh Allah SWT dari dalam bumi melalui ledakan-ledakan vulkanik dari setiap moncong gunung berapi...

Kemudian terbukti pula dengan beragam dalil dan bukti bahwa semua air yang ada di bumi dikeluarkan oleh Allah SWT dari dalam bumi melalui ledakan-ledakan vulkanik dari setiap moncong gunung berapi. Pecahan-pecahan lapisan berbatu bumi menembus lapisan ini hingga kedalaman tertentu mampu mencapai lapisan lunak bumi. Di dalam pisan lunak bumi dan lapisan bawahnya, magma vulkanik menyimpan air yang puluhan kali lipat lebih banyak dibanding debit air yang ada di permukaan bumi.

Dari sini tampaklah kehebatan hadits Nabi SAW ini yang menetapkan sejumlah fakta-fakta bumi yang mencengangkan dengan sabda: "Sesungguhnya di bawah lautan ada api dan di bawah api ada lautan."

Sebab fakta-fakta ini baru terungkap dan baru bisa diketahui oleh umat manusia pada beberapa tahun terakhir.

Pelansiran fakta-fakta ini secara detail dan sangat ilmiah dalam hadits Rasulullah SAW menjadi bukti tersendiri akan kenabian dan kerasulan Muhammad SAW, sekaligus membuktikan bahwa ia selalu terhubung dengan wahyu langit dan diberitahui oleh Allah Sang maha Pencipta langit dan bumi. Maha benar Allah yang menyatakan:

"Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli, sedang dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan” (QS. An-Najm 3-10)

Tidak seorang pun di muka bumi ini yang mengetahui fakta-fakta ini kecuali baru pada beberapa dekade terakhir. Sehingga lontaran fakta ini dalam hadis Rasulullah SAW benar-benar merupakan kemukjizatan dan saksi yang menegaskan kenabian Muhammad SAW dan kesempurnaan kerasulannya.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.

Sumber:
Pembuktian Sains dalam Sunnah buku 1, karya Dr. Zaghlul An-Najjar.
Video http://www.facebook.com/home.php?#!/video/video.php?v=370011087607&ref=mf

Rabu, 07 April 2010

Jafar bin Abi Thalib, Bapak si Miskin

Berbeda dengan saudara-saudara Quraisy-nya yang lain yang rata-rata kaya raya dan merupakan kalangan bangsawan terkemuka. Abu Thalib yang merupakan paman nabi justru hidup kekurangan. Namun meski kurang mampu, Abu Thalib memiliki keluarga yang sangat besar sehingga ia kesulitan untuk menafkahi semua anggota keluarganya. Apalagi ketika Makkah didera kekeringan hebat yang membuat banyak orang kelaparan.

Pada saat kekeringan hebat itulah, Muhammad -- sebelum menjadi Rasul Allah -- berkata kepada pamannya yang lain, yaitu Abbas, untuk membantu kehidupan keluarga Abu Thalib. Bersama Abbas, Muhammad mengambil alih sebagian tanggungan Abu Thalib atas keluarganya.

Abu Thalib pun setuju dan merelakan anaknya diasuh oleh Muhammad dan Abbas. Muhammad mengambil Ali bin Abi Thalib sebagai tanggungannya, sementara Abbas mengambil Jafar bin Abi Thalib bersamanya. Anak yang lain, Aqeel, tetap diasuh Abu Thalib.

Dari sekian banyak keluarga klan Hashim, Jafar merupakan satu di antara lima anggota klan ini yang memiliki banyak kemiripan (secara fisik) dengan Muhammad SAW. Empat pria lainnya dari klan Hashim yang memiliki banyak kemiripan dengan Rasulullah SAW adalah Abu Sufyan bin Al Harist dan Qutham bin Al Abbas, keduanya adalah sepupu Rasulullah SAW. Juga As Saib bin Ubaid dan Hasan bin Ali yang merupakan cucu Rasulullah putera Ali dan Fatimah.

Setelah diangkat, Jafar tinggal bersama pamannya Abbas hingga ia beranjak dewasa. Setelah itu ia menikahi Asma binti Umays, saudara dari Maimunah yang kemudian menjadi istri Rasulullah. Bersama isterinya, Jafar menjadi salah seorang sahabat Rasul yang pertama kali masuk Islam.

Karena keyakinan dan keteguhan hatinya dengan Islam, orang Quraisy menjadikan kehidupan sosial pasangan ini sangat sulit. Orang Quraisy juga mencoba menhalangi keduanya untuk menjalankan ibadah.

Jafar kemudian pergi bertemu Rasulullah SAW dan meminta izin untuk pergi berhijrah ke Abyssinia (sekarang Ethiopia) bersama beberapa orang sahabat. Dengan penuh kesedihan, Rasulullah SAW pun memberikan izin kepada Jafar.

Kelompok Muhajirin yang dipimpin Jafar bin Abi Thalib ini kemudian meninggalkan Makkah dan pergi menuju Abbysinia. Di kota ini mereka hidup di bawah perlindungan Negus, pemimpin wilayah ini. Untuk pertama kalinya sejak menjadi Muslim, mereka menikmati kebebasan baik untuk mengakui agamanya dan melakukan ibadah tanpa diganggu.

Ketika berita kepergian kelompok ini diketahui orang Quraisy, mereka menjadi sangat marah. Apalagi mengetahui bahwa kelompok Muslim ini menjalani kehidupan yang aman dan damai di bawah perlindungan Negus. Karena itulah, orang Quraisy segara membuat rencana ekstradisi yang akan mengirim para Muslimin yang hijrah ini masuk penjara di Makkah.

Orang Quraisy kemudian mengirim dua orang wakilnya yang paling hebat yaitu Amr bin Al-Aas dan Abdullah bin Abi Rabiah. Keduanya dibekali dengan banyak hadiah dan wanita yang akan diberikan kepada Negus dan para wakilnya. Segala upaya dilakukan keduanya termasuk memfitnah umat Islam dan mengadudombanya dengan Negus.

Namun upaya mereka gagal. Di hadapan Negus dan para wakilnya, dengan fasih dan lancar, Jafar menjelaskan keyakinan yang ia anut bersama umat Islam lainnya. Ia menjelaskan alasan ketertarikannya pada Islam dan kenapa ia bersama umat Islam lainnya memutuskan untuk hijrah ke Abyssinia. Jafar juga menjelaskan dengan indah ajaran Islam yang ia anut termasuk membacakan ayat Alquran dari surat Maryam.

Mendengar penjelasan itu Negus mengerti. Ia bahkan menjanjikan siapapun yang mengganggu umat Islam akan berhadapan dengannya.

Jafar dan Asma menghabiskan waktu cukup lama di Abyssinia yang menjadi rumah kedua bagi mereka. Di tempat ini, Asma melahirkan tiga putra yang diberi nama Abdullah, Muhammad, dan Awn. Putra kedua mereka yang diberi nama Muhammad menjadi pria pertama dalam sejarah Islam yang diberi nama sama dengan nama Rasulullah SAW.

Pada tahun ketujuh hijrahnya, Jafar dan keluarganya meningalkan Abyssinia bersama sekelompok Muslim untuk menuju Madinah. Ketika mereka tiba, Rasulullah SAW baru saja kembali dari perang Khaybar.

Kedatangan Jafar membawa angin segar bagi umat Islam yang miskin. Tak butuh waktu lama untuk Jafar menjadi terkenal sebagai sahabat yang peduli dengan mereka yang miskin. Karena itulah ia kemudian dijuluki sebagai "Bapak Kaum Miskin".

Abu Hurairah menyebut bahwa orang yang paling peduli dan paling siap membantu mereka yang miskin adalah Jafar bin Abi Thalib. Begitu pedulinya Jafar, jika ia menemukan ada orang yang miskin dan kelaparan, ia akan segera pulang ke rumah dan memberi orang itu makanan yang ia punya, bahkan jika itu membuatnya harus menghabiskan jatah makannya.

Jafar tinggal di Madinah tidak terlalu lama. Pada awal tahun kedelapan, Rasulullah SAW memobilisasi pasukan untuk menghadapi pasukan Byzantinum di Suriah. Rasulullah SAW berencana menyerang pasukan ini karena salah satu sahabat yang dikirimnya ke Byzantinum untuk misi damai dibunuh dengan keji oleh gubernur daerah ini.

Rasulullah SAW lalu menunjuk Zaid bin Haritsah sebagai panglima pasukan. Setelah itu Rasul menyatakan bahwa jika terjadi sesuatu pada Zaid selama pertempuran maka posisi itu akan digantikan oleh Jafar bin Abi Thalib, dan jika Jafar tewas, maka posisinya akan digantikan oleh Abdullah bin Rawahah.

Ketika pasukan Muslim mendekati Mutah, sebuah desa kecil di dekat perbukitan Yordania, mereka menemukan bahwa pasukan Byzantinum sudah menghimpun ribuan pasukan dengan menggunakan tameng umat Kristen Arab dari suku Lakhm, Judham, Qudaah, dan suku-suku lainnya. Sementara umat Muslim hanya terdiri dari tiga ribu orang prajurit.

Meskipun tidak seimbang, namun umat Islam tetap bertarung dengan penuh semangat. Zaid bin Haritshah menjadi salah satu yang pertama syahid dalam pertempuran itu.

Sesuai perintah Rasul, Jafar bin Abi Talib kemudian yang memegang komando. dengan penuh keberanian, ia menerjang pasukan Byzantinum. Ia pun syahid.
( uli/anwary )

Jafar bin Abi Thalib, Bapak si Miskin

Berbeda dengan saudara-saudara Quraisy-nya yang lain yang rata-rata kaya raya dan merupakan kalangan bangsawan terkemuka. Abu Thalib yang merupakan paman nabi justru hidup kekurangan. Namun meski kurang mampu, Abu Thalib memiliki keluarga yang sangat besar sehingga ia kesulitan untuk menafkahi semua anggota keluarganya. Apalagi ketika Makkah didera kekeringan hebat yang membuat banyak orang kelaparan.

Pada saat kekeringan hebat itulah, Muhammad -- sebelum menjadi Rasul Allah -- berkata kepada pamannya yang lain, yaitu Abbas, untuk membantu kehidupan keluarga Abu Thalib. Bersama Abbas, Muhammad mengambil alih sebagian tanggungan Abu Thalib atas keluarganya.

Abu Thalib pun setuju dan merelakan anaknya diasuh oleh Muhammad dan Abbas. Muhammad mengambil Ali bin Abi Thalib sebagai tanggungannya, sementara Abbas mengambil Jafar bin Abi Thalib bersamanya. Anak yang lain, Aqeel, tetap diasuh Abu Thalib.

Dari sekian banyak keluarga klan Hashim, Jafar merupakan satu di antara lima anggota klan ini yang memiliki banyak kemiripan (secara fisik) dengan Muhammad SAW. Empat pria lainnya dari klan Hashim yang memiliki banyak kemiripan dengan Rasulullah SAW adalah Abu Sufyan bin Al Harist dan Qutham bin Al Abbas, keduanya adalah sepupu Rasulullah SAW. Juga As Saib bin Ubaid dan Hasan bin Ali yang merupakan cucu Rasulullah putera Ali dan Fatimah.

Setelah diangkat, Jafar tinggal bersama pamannya Abbas hingga ia beranjak dewasa. Setelah itu ia menikahi Asma binti Umays, saudara dari Maimunah yang kemudian menjadi istri Rasulullah. Bersama isterinya, Jafar menjadi salah seorang sahabat Rasul yang pertama kali masuk Islam.

Karena keyakinan dan keteguhan hatinya dengan Islam, orang Quraisy menjadikan kehidupan sosial pasangan ini sangat sulit. Orang Quraisy juga mencoba menhalangi keduanya untuk menjalankan ibadah.

Jafar kemudian pergi bertemu Rasulullah SAW dan meminta izin untuk pergi berhijrah ke Abyssinia (sekarang Ethiopia) bersama beberapa orang sahabat. Dengan penuh kesedihan, Rasulullah SAW pun memberikan izin kepada Jafar.

Kelompok Muhajirin yang dipimpin Jafar bin Abi Thalib ini kemudian meninggalkan Makkah dan pergi menuju Abbysinia. Di kota ini mereka hidup di bawah perlindungan Negus, pemimpin wilayah ini. Untuk pertama kalinya sejak menjadi Muslim, mereka menikmati kebebasan baik untuk mengakui agamanya dan melakukan ibadah tanpa diganggu.

Ketika berita kepergian kelompok ini diketahui orang Quraisy, mereka menjadi sangat marah. Apalagi mengetahui bahwa kelompok Muslim ini menjalani kehidupan yang aman dan damai di bawah perlindungan Negus. Karena itulah, orang Quraisy segara membuat rencana ekstradisi yang akan mengirim para Muslimin yang hijrah ini masuk penjara di Makkah.

Orang Quraisy kemudian mengirim dua orang wakilnya yang paling hebat yaitu Amr bin Al-Aas dan Abdullah bin Abi Rabiah. Keduanya dibekali dengan banyak hadiah dan wanita yang akan diberikan kepada Negus dan para wakilnya. Segala upaya dilakukan keduanya termasuk memfitnah umat Islam dan mengadudombanya dengan Negus.

Namun upaya mereka gagal. Di hadapan Negus dan para wakilnya, dengan fasih dan lancar, Jafar menjelaskan keyakinan yang ia anut bersama umat Islam lainnya. Ia menjelaskan alasan ketertarikannya pada Islam dan kenapa ia bersama umat Islam lainnya memutuskan untuk hijrah ke Abyssinia. Jafar juga menjelaskan dengan indah ajaran Islam yang ia anut termasuk membacakan ayat Alquran dari surat Maryam.

Mendengar penjelasan itu Negus mengerti. Ia bahkan menjanjikan siapapun yang mengganggu umat Islam akan berhadapan dengannya.

Jafar dan Asma menghabiskan waktu cukup lama di Abyssinia yang menjadi rumah kedua bagi mereka. Di tempat ini, Asma melahirkan tiga putra yang diberi nama Abdullah, Muhammad, dan Awn. Putra kedua mereka yang diberi nama Muhammad menjadi pria pertama dalam sejarah Islam yang diberi nama sama dengan nama Rasulullah SAW.

Pada tahun ketujuh hijrahnya, Jafar dan keluarganya meningalkan Abyssinia bersama sekelompok Muslim untuk menuju Madinah. Ketika mereka tiba, Rasulullah SAW baru saja kembali dari perang Khaybar.

Kedatangan Jafar membawa angin segar bagi umat Islam yang miskin. Tak butuh waktu lama untuk Jafar menjadi terkenal sebagai sahabat yang peduli dengan mereka yang miskin. Karena itulah ia kemudian dijuluki sebagai "Bapak Kaum Miskin".

Abu Hurairah menyebut bahwa orang yang paling peduli dan paling siap membantu mereka yang miskin adalah Jafar bin Abi Thalib. Begitu pedulinya Jafar, jika ia menemukan ada orang yang miskin dan kelaparan, ia akan segera pulang ke rumah dan memberi orang itu makanan yang ia punya, bahkan jika itu membuatnya harus menghabiskan jatah makannya.

Jafar tinggal di Madinah tidak terlalu lama. Pada awal tahun kedelapan, Rasulullah SAW memobilisasi pasukan untuk menghadapi pasukan Byzantinum di Suriah. Rasulullah SAW berencana menyerang pasukan ini karena salah satu sahabat yang dikirimnya ke Byzantinum untuk misi damai dibunuh dengan keji oleh gubernur daerah ini.

Rasulullah SAW lalu menunjuk Zaid bin Haritsah sebagai panglima pasukan. Setelah itu Rasul menyatakan bahwa jika terjadi sesuatu pada Zaid selama pertempuran maka posisi itu akan digantikan oleh Jafar bin Abi Thalib, dan jika Jafar tewas, maka posisinya akan digantikan oleh Abdullah bin Rawahah.

Ketika pasukan Muslim mendekati Mutah, sebuah desa kecil di dekat perbukitan Yordania, mereka menemukan bahwa pasukan Byzantinum sudah menghimpun ribuan pasukan dengan menggunakan tameng umat Kristen Arab dari suku Lakhm, Judham, Qudaah, dan suku-suku lainnya. Sementara umat Muslim hanya terdiri dari tiga ribu orang prajurit.

Meskipun tidak seimbang, namun umat Islam tetap bertarung dengan penuh semangat. Zaid bin Haritshah menjadi salah satu yang pertama syahid dalam pertempuran itu.

Sesuai perintah Rasul, Jafar bin Abi Talib kemudian yang memegang komando. dengan penuh keberanian, ia menerjang pasukan Byzantinum. Ia pun syahid.
( uli/anwary )