Forum Studi Islam Fosi Fkip Univ. Bengkulu Slideshow: UKM’s trip was created by TripAdvisor. Create your own stunning slideshow with our free photo slideshow maker.

Selasa, 05 April 2011

SAATNYA KITA BERBENAH

Disusun dan ditambah oleh : Zedri Aresti (DPLK FOSI 2011)

Orang pandai dan beradab tidak akan tinggal diam di kampung halamannya, tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang. Merantaulah, kamu akan dapatkan pengganti karib kerabat dan kawan. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang (Imam Syafi’i)
 
Jauh dari sanak keluarga mengantarkan langkah saya terpeleset ke jalan yang benar, mengantarkan saya tergabung dalam barisan dakwah kampus ini. Tidak bisa saya bayangkan jika tidak merantau maka saya tidak akan bersentuhan dengan dakwah kampus. Penjelajahan kita diatas bumi ini seharusnya menghasilkan apa yang disebut pepatah “lama hidup banyak dirasa, lama berjalan banyak dilihat”. Secara tidak langsung memberikan perintah pada setiap langkah dan aktifitas yng kita geluti seharusnya meninggalkan bekas atau tanda yang tidak hanya dinikmati oleh diri pribadi tetapi sebaiknya dinikmati juga oleh orang lain. Sesuai juga dengan pepatah “Harimau mati meniggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meniggalkan jasa”.  Melalui tulisan ini saya mencoba merangkai kata, merajut kalimat demi kalimat untuk menuangkan gagasan yang saya peroleh selama berada di barisan da’wah ini.
Dakwah kampus yang telah bergulir selama 20 tahun katanya untuk ukuran sebuah jama’ah Tarbiyah (dengan T huruf besar) bukan huruf kecil karena tarbiyah dengan huruf kecil telah dimulai semenjak Islam masuk ke Indonesia. Untuk ukuran Universitas Bengkulu, khususnya Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan bergulir lebih kurang 12 tahun. Lamanya waktu tersebut telah memberikan banyak perubahan untuk perbaikan Indonesia, khususnya provinsi Bengkulu. Berbicara tentang dakwah kampus, maka kita akan membicarakan tentang masa depan bangsa dan perbaikan bangsa. Dakwah kampus inilah yang nantinya akan menjadi salah satu tonggak peradaban masa depan. Membangun peradaban, ya itulah yang akan kita lakukan di kampus ini. “Tujuan kita disini tidak hanya sekedar kuliah akhi, tetapi lebih dari itu. Kita ingin memimpin peradaban dengan lebih beradab dengan mejadikan iman dan ilmu sebagai pondasi kejayaan”.Inilah kata-kata yang membuat saya terpesona dengan Sukirdi, S.Pd ( coordinator Kaderisasi UKM FOSI FKIP KBM UNIB demisioner).
Dakwah kampus memiliki keunikan tersendiri dari objek dakwah dimana dakwah kampus memiliki objek dakwah yang secara sosio-demografis homogen. Ia seorang yang berpendidikan, menggunakan logika dalam berpikir, serta terbuka terhadap segala informasi. Drs. M. Fachruddin.S.,M.Pd mengatakan bahwa suatu lembaga kemahsiswaan harus mampu melahirkan mahasiswa yang mantap secara keilmuan dan mampu secara mandiri membangun lembaganya serta menjadikan lembaganya sebagai wadah penempaan profesionalitas diri. Kesinilah harapan kita tertuju. Menilik juga kemampuan mahasiswa untuk melakukan mobilisasi secara horizontal dan vertikal dalam struktur masyarakat,  kesempatan mahasiswa ini juga bisa di gunakan untuk menyebarkan dakwah Islam secara lebih luas, serta untuk mencitrakan mahasiswa itu sendiri. Dimana masyarakat bisa menilai apakah mahasiswa kini, yang akan memimpin bangsa di masa yang datang adalah seorang yang seimbang antara ilmu akademik dan ilmu agama.
Perlu ditegaskan bahwa dakwah kampus bukan aktifitas organisasi biasa, ini adalah bagian dari pembangunan peradaban. Sehingga kita perlu serius dalam mengerjakan dakwah kampus ini. Semakin banyak mahasiswa yang tercerahkan akibat dakwah yang dilakukan, maka akan sangat bermanfaat untuk perbaikan bangsa ke depannya. Untuk itu perlu kiranya kita memahami tujuan dakwah kampus, yakni :
  1. Suplai alumni yang berafiliasi terhadap Islam, bagaimana dakwah kampus mampu mensuplai dan mencetak alumni yang punya afiliasi terhadap Islam. Paramater afiliasi disini adalah seorang tidak menolak kebaikan dan menolak kemungkaran, serta tidak menentang ajaran Islam.
  2. Transformasi masyarakat menjadi masyarakat madani. Perbaikan masyarakat kampus dengan pembinaan di segala bidang, dengan harapan dapat membentuk masyarakat madani. Untuk membangun masyarakat madani di masyarakat luas, dapat dimulai dengan membangun masyarakat madani pada tingkat kampus.
  3. Penyedia unsur-unsur perbaikan negara, yakni bagaimana dakwah kampus mampu mempersiapkan para mahasiswa untuk masuk ke salah satu dari sektor sosial ( publik, swasta, masyarakat ). Dimana ia tidak hanya disiapkan secara kompetensi, akan tetapi juga disiapkan secara pemahaman dakwah. Sehingga perbaikan negara dapat dilakukan secara bottom up.
Dengan memahami  betapa urgennya peran  dakwah kampus ini diharapkan setiap aktifis dakwah kampus dapat mempunyai gambaran besar dakwah kampus ini. Dengan berpikir besar ini seorang akan mempunyai visi masa depan yang akan membuat dirinya senantiasa produktif dan inovatif
Setelah berbicara tentang harapan besar yang tersemat di dada para aktivis dakwah, saya mengajak kita semua untuk bercermin diri pada lembaga kita sendiri yaitu  UKM FOSI FKIP KBM UNIB. Saya bukannya ingin mencabik-cabik system yang telah tertata dengan baik selam 12 tahun di kampus ini. Saya juga bukanlah orang yang memiliki hak untuk menghakimi dan menjatuhkan vonis apakah sesuatu itu benar atau salah tetapi saya hanya ingin mengajak  kiat semua untuk mengvaluasi dan berbenah. Bukankah dalam suatu atsar seorang sahabat rasul pernah berkata “Hisab-hisablah dirimu sebelum datang tukang hisabnya”. Tidak salah kiranya bila kita menafsirkannya evaluasi untuk organisasi kita.
Saya menolak anggapan bahwa LDF (Lembaga Dakwah Fakultas) kita adalah utama, atau yang “ter-“, dalam kemajuan kampus. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa FOSI dalam beberapa waktu terakhir terlihat lebih “segar”. Ia tidak lagi hanya mengurus masalah pembacaan do’a pada akhir acara, tapi sudah  lebih dari itu. Perkembangan akhir-akhir ini ada kecenderungan dalam diri anggota LDF merasa diri paling baik sehingga berdampak pada aktivitas LDF. Seringkali kegiatan LDF tidak merangkul ormawa yang lain sehingga dalam berdakwah seolah-olah kita mengenyampingkan elemen mahsiswa yang lain. Sebagai contoh apakah pernah kita mengajak Himpunan Mahasiswa duduk bersama untuk membicarakan kegiatan yang menyentuh anggota mereka juga, Studi Qur’an Terpadu misalnya. Pernahkah kita mengundang Mahasiswa Pecinta Alam untuk mengisi outbound dan games disaat kita melaksanakan Tafakur Alam, bahkan yang lebih parah lagi pernahkah kita mengajak mereka untuk mukhayyam bersama. Sebelum kita mampu untuk merangkul semua itu maka dakwah yang kita gembar-gemborkan itu belumlah bisa dikatakan berhasil, juga dengan menjalin hubungan dengan elemen ormawa yang lain member peluang bagi kita untuk berdakwah kepada mereka. Disamping itu juga membuka jalur koneksi dan relasi demi kemajuan gerak dakwah kita di kampus ini.  
Sebuah lembaga manapun tentunya akan adanya tantangan, hambatan atau kendala yang dihadapi terkait visi dan misi suatu lembaga tersebut. Tidak terkecuali lembaga dakwah kampus. Tantangan yang dihadapi salah satunya adalah tantangan dari dalam lembaga itu sendiri, terkait pengorganisasian para pengurusnya. Selain itu, tantangan yang dihadapi adalah tantangan untuk menjaga kualitas hasil dan proses para aktivis dakwah di dalamnya, baik dalam hal perkuliahan maupun dalam aktifitas organisasi dan berdakwah. Belum lagi hal –hal yang terkait upaya pencitraan lembaga dakwah kampus tersebut.
            Sahabat seperjuangan, sudahkah kita di LDF memiliki arahan dan focus kerja. Ibarat sebuah titik yang tidak memilik pangkal dan ujungnya yang belum tentu maka kita harus punya gambaran pada titik mana kita berada saat ini. Tahapan perjalanan dakwah ini harus jelas, kepengurusan tahun ini harus berjalan sampai pada titik mana. Oleh karena itu perumusan rencana strategis dan Blue Print dakwah di FKIP ini adalah kebutuhan yang sangat mendesak. Saya akan berusaha menguraikan satu persatu hal yang saya rasa perlu ada di FOSI ini.  Fokus kerja yang saya tawarkan untuk  LDF adalah (1) to raise quantity (numu al kamiyah), kuantitas ;(2) to develop the quality (numu al nau’iyah), kualitas;(3) to build up the competence (numu al qudrah), kompetensi. Yang intinya adalah membangun kemandirian dalam segala hal.
Terkait dengan penambahan kuantitas (jumlah) mahasiswa yang tergabung dalam lembaga dakwah fakultas, kita harus memiliki targetan yang jelas. Berapa jumlah mahasiswa yang akan dan harus kita ajak bergabung terutama pada penerimaan mahasiswa baru tiap tahunnya. Berbagai bentuk pelayanan yang kita lakukan terhadap mahasiswa baru merupakan proses awal afiliasi mereka terhadap kita. Maka pelayanan yang prima adalah suatu hal mutlak yang tidak bisa ditawar lagi. Berpegang pada prinsip dakwah kampus yaitu dakwah ‘ammah, dakwah kita ditujukkan kepada semua orang, membawa keselamatan bagi siapapun. Tidaklah etis memisahkan dan mengelompokkan mahasiswa berdasarkan kategori tertentu yang kadang membatasi ruang gerak kita sendiri.
Pada sisi lain pun memang ada perlakuan khusus bagi mereka yang telah tergabung lebih dahulu sebagai aktinvis dakwah di sekolah masing-masing. Lembaga Dakwah Fakultas haruslah mampu menampung semua orang dari golongan manapun, tidaklah peduli apakah mereka HTI, JT, Salafi, PII, HMI, KAMMI, toh sekalipun mereka tak pernah bersentuhan dengan organisasi keislaman. Tidak zamannya lagi suatu lembaga dakwah hanya diisi oleh orang-orang yang berjilbab dan berjenggot saja, sekarang saatnya LDF juga diisi  oleh orang yang baru mengenal Islam, ingin belajar Islam. Melalui cara-cara seperti ini maka secara kuantitas LDF akan memilik banyak anggota. Persoalannya lagi bagaiman meningkatkan kualitas keislaman  mereka yang sudah tergabung dalam lembaga dakwah ini. Logika sederhananya yaitu setelah mereka masuk rumah kita ini, tentu semakin mudah kita untuk membina mereka.
Berbicara masalah penambahan jumlah anggota atau kader. Kita juga harus memikirkan penambahan Aktivis Dakwah Kampus Permanen (ADKP). Sudahkah kita terlibat pembicaran yang intens mengenai ini. Saya rasa belum atau hanya saya saja yang tidak tahu, seharusnya aktivis yang memiliki kemampuan diatas rata-rata orang kebanyakan dari sekarang harus diproyeksikan untuk kembali ke kampus sebagai seorang dosen. Aktivis yang benar-benar kompeten harus diberikan perlakuan khusus dan diarahkan memang untuk menjadi ADKP kalua perlu dibiayai dengan jaringan yang selama ini sudah ada, sehingga sekian tahun yang akan datang dakwah di kampus ini semakin leluasa kita garap. Agak heran juga kita melihat teman-teman yang luar biasa itu justru diberikan amanah yang berlipat ganda, sebagai contoh dapat kita sebutkan beberapa orang yang saya anggap luarbiasa itu adalah Aprina Defianti (FISIKA), Hendra Irawan (Kimia), Iniartini (EDSA), Eko Saputra (EDSA) dan banyak lagi dengan tidak mengeyampingkan yang tidak disebutkan namanya. Sekarang saya bertanya siapa yang harus memikirkan semua ini?
Seringkali kita mendengar istilah diantara kita “malehe” dan istilah lain yang tidak pantas ditulis disini. Semua itu menunjukkan kepada kita bahwa ada masalah dengan kualitas kita, baik yang menyangkut masalah pemahaman kita terhadap Islam maupun terkait maslah profesionalitas kita dalam melaksanakn tugas. Lamanya kita bergabung dalam suatu LDF tidaklah menjadi jaminan bahwa kita sudah memilik kualitas yang mumpuni. Permasalahan kualitas tidaklah dapat kita pisahkan dengan suatu istilah yang kita sebut dengan kompetensi. Penulis akan memaparkan beberapa  hal yang terkait dengan maslah ini walupun nantinya terkesan bolak-balik.
Sejenak marilah kita kembali merenungkan pepatah Arab berikut ini “orang yang tidak memiliki tidak kan bisa memberi”. Inilah landasan dasar yang harus kita pegang dalam berdakwah. Tidaklah mungkin menunutut aktivis dakwah kampus memiliki pemahaman agama yang sama dengan lulusan-lulusan pesantren, tetapi memiliki ilmu adalah suatu keniscayaan bagi aktivis dakwah. Dalam konteks FOSI kita belum melihat adanya peningkatan kualitas pemahaman yang mendasr terkait pengetahuan agama, manajemen dakwah, kiat belum menemukan kader-kader yang mampu mnyalurkan ide tentang pendidikan Islam. Selain itu sebagai seorang guru yang nantinya kan terjun ke masyarakat seorang aktivis LDF haruslah memilik kemampuan dasar seorang mubaligh, bisa berkhutbah, memberikan ceramah. Pembinaan untuk mewujudkan itu harus dilakukan secara simultan, disamping itu kita tidak memungkiri bahwa kajian mingguan yang dijalani para aktivis merupakan pondasi mewujudkan semua itu.
Untuk menjadi seorang mubaligh tentu saja tidak cukup hanya dengan menjadi shaleh sendiri, tetapi harus mampu menarik orang untuk berbuat, melakukan apa yang kita sampaikan. Kita merindukan lahirnya Soekrno, buya HAMKA. Mohammad Natsir baru dari dakwah kampus ini. Kita juga harus menyadari setelah keluar dari kampus ini ada tanggung jawab yang lebih  besar di pundak kita yaitu berdakwah di daerah yang tidak tersentuh oleh dakwah Islam ini. Dikhawatirkan sekarang seorang aktivis yang dibesarkan di lingkungan kampus yang notabene kota tidak mau pulang kembali ke desanya, ke dusunnya. Ini kan suatu ironi, siapa lagi kalau bukan kita yang berdakwah di desa kita. Apakah kitra tega melihat  serbuan misionaris ke kampung kita sementara kit hanya asyik berdakwah di kota.oleh karena itu kita harus mampu mendorong birokrasi untuk mengadakan pendidikan kader mubaligh yang bisa kita arahkan dan kita standarisasi dengan standar IKADI.
Selain itu kita juga rindu lahirnya cendekiawan muslim dari dakwah kampus ini. Hal ini tentu sja harus kita awali dengan hal-hal yang kecil yaitu membaca, berdiskusi dan menulis. Sudahkah kita melestraikan tiga budaya suci ini? Sudahkah LDF kita menjalankan MANTUBA (manhaj Tugas Baca). Berdasrkan informasi yang saya peroleh sudah dua tahun terakhir mantuba itu mati, tidak terkontrol, tidak pernqah dievaluasi. Jangan-jangan buku yang dijadika refrensi pun tidak ada di tangan kita. Sedih kita melihat keadaan seperti ini, kita yang sangat sibuk dengan kegiatn Haalaqah dan daurah, ternyata meninggalkan perintah awal dari ALLA yaitu Iqra’.
Sebenarnya masih banyak hal yang perlu kita pertanyakan kepada LDK terkait pengelolaan SDM kader . IP kader yang tergabung dalam ikatan PMDK (Persatuan Mahasiswa Dua Koma) atau bahkan NASAKOM (Nasib Satu Koma) tanggungjawab siapa? Tidak etis kita hanya menuntut tenaga, pikiran, tenaga kader tanpa mampu memberikan pelayanan akademis kepada kader. Sudahkah kita membangun jaringan yang solid dengan organisasi yang digeluti kader baik di dalam mapun diluar kampus? Jangan-jangan kita hanya banyak terlibat dalam organisasi tapi tidak mampu membangun jaringan antar lembaga, walau tidak bisa dipungkiri jaingan antar pribadi sudah sangat baik berjalan. Laulu sudahkah pimpinan dan kader di LDF gaul dalam artian yang Syar’i. Ukuran gaulnya yaitu sudahkah setiap ada kader yang menelepon pihak birokrasi (rektor sekalipun), tahukah bahwa yang meghubungi itu anak LDF. Paling tidak gaul ini harus dimilik oleh pengurus inti LDF. Syukron telah dibaca. Saya tunggu kritik dan sarannya di 0852 10 322 193 atau zedriaresti@yahoo.com , bisa juga di  Facebook  Pendekar Kelana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar